Siapa yang nggak pernah patah hati? Coba angkat tangan. Mana? Mana? Nah,
benar kan, hampir nggak ada yang angkat tangan. Kita semua pasti pernah
mengalami masa-masa patah hati. Berat atau ringan, yang namanya patah
hati itu nggak enak. Tapi tenang, bahkan Jennifer Aniston (dengan tubuh
seksi dan rambut berkilau sempurna) aja patah hati, apalagi kita. Jadi
maksud saya, ITU ADALAH HAL YANG NORMAL.
Serius deh, patah hati mungkin adalah hal terburuk yang pernah terjadi pada saat itu terjadi—tapi percayalah, waktu akan menyembuhkan segalanya.
Sayangnya,
sebelum waktu membantu menyembuhkan, akan ada masa-masa kelam dan suram
dalam hidup kita seperti masa kelam dan suram di dunia penyihir akibat
Voldemort sebelum Harry Potter lahir. Iya, saya tahu. Memang segitunya,
kok.
Jadi, terinspirasi dari lagunya The Script, "Six Degrees of
Separation", yang bercerita tentang tahapan patah hati yang dialami
vokalis Danny O’Donoghue akibat putus dengan pacarnya yang supermodel
(Lihat, kan? Bahkan Danny aja patah hati. Kita nggak sendirian di dunia
kejam ini), saya jadi ingin menemukan penjelasan tentang tahapan patah
hati dari sisi psikologis.
Menurut Elisabeth Kübler-Ross dalam hipotesisnya dalam buku On Death and Dying (1969), terdapat
5 tahapan kesedihan (5 Stages of Grief) yang umumnya terjadi ketika
kita mengalami situasi duka, dalam hal ini kita lagi ngomongin tentang
patah hati. Tahapan itu adalah DABDA: Denial (Penyangkalan), Anger
(Kemarahan), Bargaining (Tawar-menawar), Depression (Depresi), dan
Acceptance (Penerimaan).
Nggak selamanya tahapan ini terjadi
secara berurutan. Bahkan bisa aja seseorang nggak mengalami semua
tahapan ini, mungkin hanya satu atau dua tahap aja, tapi tetep…nggak
bisa dihindari. Maaf-maaf aja.
1. Denial (Penyangkalan)
Biasanya
nih ya, pada tahap ini kita akan terlalu sibuk dengan pikiran, “Nggak
kok, gue belum putus, Ini cuma menjauh sementara, karena dia butuh ‘me
time’. Kami akan baik-baik aja.” Seharusnya perasaan ini tak bertahan
lama sih yah, tapi ada juga yang kayaknya susah move on dari tahap ini
dan seumur hidup terus melakukan penyangkalan.
2. Anger (Kemarahan)
Ketika
akhirnya kita berhasil move on dari tahap penyangkalan, biasanya kita
udah sadar bahwa realitanya adalah—maafkan kabar buruk ini, ya,
teman—IT’S OVER. Selesai. Hubungan telah berakhir. Kemudian kita mencari
tahu alasan kenapa kita putus dan biasanya menemukan bahwa rasanya
hidup itu nggak adil lalu kita melampiaskannya dalam berbagai cara.
Termasuk jadi lebih sensitif terhadap orang lain—dalam artian yang
jelek. Jadi kalau dalam masa-masa ini kita merasa melihat banyak orang
yang kelihatan bawaannya ingin nyelupin kepala kita ke dalam
kolam—yah, itu semua karena sikap kita juga sih.
3. Bargaining (Tawar menawar)
Dalam
masa ini, percayalah, kita akan terlihat sangat menyedihkan. Di tahap
ini kita mulai menawarkan hal-hal yang diharapkan bisa membawa keadaan
menjadi lebih baik. Misalnya, “Janji, aku akan berubah. Kamu mau aku
bagaimana?” (tambahkan mata berkaca-kaca, bengkak dan hidung merah) atau
mulai berpikir bernegosiasi dengan setan dengan berpikir, “Pokoknya gue
mau deh nuker semua koleksi Kate Spade gue asal gue bisa ngabisin waktu
sebentaaaarr aja sama dia.”
Jawabannya adalah: nggak, sayang.
Pada akhirnya kita akan kehilangan koleksi tas kita ditambah dengan
penyesalan selamanya. Bukan karena patah hati, tapi karena kita terlalu
buta dan bodoh untuk menukar hal yang berharga dengan...yah, bukan
dengan apa-apa. Yang diinginkan juga nggak terkabulkan, kan?
Di
tahap ini juga biasanya sebenernya kita udah sadar bahwa kita sudah
berada di garis akhir, hanya saja kenyataan rasanya terlalu berat untuk
dihadapi (dan diakui).
4. Depression (Depresi)
Nah,
biasanya karena tahap tawar-menawar nggak berhasil, kita bisa jadi
depresi, terus nggak mau makan, kurang tidur, nggak berminat
ngapa-ngapain, jadi nggak produktif lah. Belum lagi mikir, “Kalau gue
nggak ditakdirkan sama dia, kenapa gue dipertemukan dengan dia?” Mungkin
jawabannya nggak tersedia sekarang, tapi suatu hari pasti kita akan
tahu kenapa.
5. Acceptance (Penerimaan)
Pfiuuuhhh.
Akhirnya sampai juga di tahapan ini. Biasanya kalau kita udah di sini,
kita udah berdamai dengan diri sendiri. Menerima kenyataan bahwa kita
udah putus dari pasangan dan ini saatnya melanjutkan hidup. Mungkin
nggak sepenuhnya ‘I’m over him’, mungkin kita akan bolak-balik
meyakinkan diri bahwa ini memang sudah berakhir dan kita harus move on,
tapi kita tahu bahwa kita sudah berada di jalan yang benar. Jalani
hidup, ambil pelajaran dari kejadian itu, dan cintai hidup kita yang
sekarang.
Mungkin setelah lima tahap itu kita lalui, akan ada
masa-masa yang lain, masa di mana kita penasaran tentang bagaimana kabar
mantan, apakah hidupnya lebih bahagia dari kita, apakah dia masih ingat
kita, apakah dia menyesali keputusannya meninggalkan kita dan
lain-lain, tapi percayalah, yang penting saat ini adalah kita melalui
lima tahapan itu dengan selamat.
Kalau sudah berhasil melaluinya (dan saya yakin kita pasti bisa melaluinya), saya bangga dengan Anda. Iya, Anda.
Kamis, 29 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar